Kamis, 17 Januari 2008

proposal penelitian


PENGETAHUAN DAN PRAKTEK IBU HUBUNGANNYA
DENGAN FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN JAJANAN KARIOGENIK DAN
STATUS KARIES GIGI PADA ANAK USIA 2-4 TAHUN DI KELURAHAN
TEGALSARI KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG

BAB I

PENDAHULUAN


  1. Latar Belakang

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan.(1) Gigi merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan mempertahankan bentuk muka.(2) Mengingat kegunaannya yang demikian penting maka penting untuk menjaga kesehatan gigi sedini mungkin agar dapat bertahan lama dalam rongga mulut.

Masalah terbesar yang dihadapi penduduk Indonesia seperti juga di negara-negara berkembang lainnya di bidang kesehatan gigi dan mulut adalah penyakit jaringan keras gigi ( caries dentis ) di samping penyakit gusi.(3) Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya adalah demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksi periapeks yang dapat menyebabkan rasa nyeri.(4)

Penyakit karies pada anak, banyak dan sering terjadi namun kurang mendapat perhatian dari orang tua karena anggapan bahwa gigi anak akan digantikan gigi tetap.(5) Orang tua kurang menyadari bahwa dampak yang ditimbulkan sebenarnya akan sangat besar bila tidak dilakukan perawatan untuk mencegah karies sejak dini pada anak. Dampak yang terjadi bila sejak awal sudah mengalami karies adalah selain fungsi gigi sebagai pengunyah yang terganggu, anak juga akan mengalami gangguan dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari sehingga anak tidak mau makan dan akibat yang lebih parah bisa terjadi malnutrisi, anak tidak dapat belajar karena kurang berkonsentrasi sehingga akan mempengaruhi kecerdasan. Akibat lain dari kerusakan gigi pada anak adalah penyebaran toksin atau bakteri pada mulut melalui aliran darah, saluran pernapasan, saluran pencernaan apalagi bila anak menderita malnutrisi, hal tersebut akan menyebabkan daya tahan tubuh anak menurun dan anak akan mudah terkena penyakit. Bila gigi sulung sudah berlubang dan rusak maka dapat diramalkan gigi dewasanya tidak akan sehat nantinya.(2)

Proses karies dan faktor risiko terjadinya karies gigi tetap dan gigi sulung tidak berbeda namun demikian proses kerusakan gigi sulung lebih cepat menyebar, meluas dan lebih parah dibandingkan gigi tetap. Hal ini selain disebabkan karena faktor dari dalam sendiri yaitu struktur enamel gigi sulung yang kurang solid dan lebih tipis serta morfologi gigi sulung yang lebih memungkinkan retensi dibanding gigi tetap juga disebabkan faktor luar yang menjadi faktor risiko anak terhadap proses kerusakan gigi seperti keadaan kebersihan mulut anak yang umumnya lebih buruk dan anak lebih banyak dan sering makan dan minum kariogenik dibandingkan orang dewasa. Besar kecilnya faktor risiko terhadap timbulnya karies gigi sulung pada anak usia prasekolah dipengaruhi oleh pengetahuan, kesadaran orang tua dalam merawat kesehatan gigi. Pengetahuan dan kebiasaan yang perlu dimiliki orang tua antara lain yang berkaitan dengan cara membersihkan diri, jenis makanan yang menguntungkan kesehatan gigi dan cara makan minum yang benar.(6)

Makanan atau substrat merupakan salah satu unsur penting untuk dapat terjadi karies. Makanan pokok manusia adalah karbohidrat, lemak dan protein. Dari berbagai penelitian tampak ada hubungan antara intake karbohidrat dengan karies dan hubungan yang lebih kompleks dengan lemak, protein, vitamin dan mineral. Selain itu ternyata ada hubungan langsung antara bertambahnya konsumsi makanan yang mudah dicerna terutama karbohidrat yang berupa tepung dengan bertambahnya karies.(6)

Karbohidrat dalam makanan yang sifatnya paling dapat merusak gigi adalah jenis sukrosa. Proses karies selain ditentukan oleh jenis karbohidrat juga tergantung pada frekuensi dan bentuk fisik karbohidrat tersebut. Karbohidrat dalam bentuk tepung atau cairan atau yang bersifat lengket serta mudah hancur di dalam mulut lebih memudahkan timbulnya karies. Dari penelitian Alfano (1980) tehadap tikus ternyata makanan yang paling kariogenik adalah coklat sedangkan sugar free biskuit, kacang-kacangan, roti dedak menduduki urutan paling rendah. Dalam penelitian Rugg-Gunn menyatakan bahwa banyaknya intake gula harian lebih besar hubungannya dibanding dengan frekuensi makan gula. Hubungan gula dalam snack dengan karies lebih besar dibanding total diet karena snack lebih sering dimakan dalam frekuensi tinggi dan makanan kariogenik yang sering dimakan di antara dua waktu makan mempunyai ciri-ciri pH rendah, mengandung gula tinggi dan lengket. Hampir semua anak menyukai makanan minuman kariogenik yang merupakan faktor risiko terhadap karies yang dimakan di antara dua waktu makan.(6)

Dalam perkembangannya anak membutuhkan orang lain dan orang lain yang paling utama dan pertama bertanggung jawab adalah orang tuanya sendiri. Orang tua bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan anak juga dalam hal makanan. Perilaku anak kecil lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggapnya penting seperti ibu.(7) Penyediaan makanan untuk dikonsumsi anggota keluarga merupakan hasil proses pengambilan keputusan. Tindakan pengambilan keputusan oleh ibu dalam penyediaan makanan yang baik serta pemeliharaan kesehatan anak sangat dipengaruhi kesiapan psikologi ibu diantaranya tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan dan sikap ibu.(8) Hasil penelitian Sanjur dan Scoma (1971) mengenai kebiasaan makan anak, diketahui bahwa makanan yang tidak disukai oleh ibu juga tidak disukai oleh anaknya dan ketidaktahuan ibu terhadap jenis makanan tertentu akan mempengaruhi ketidaktahuan anak terhadap makanan tertentu.(9) Bagi sebagian masyarakat, jenis makanan yang telah terbiasa mereka pelajari untuk menyukainya sejak masa kanak-kanak akan berlanjut menjadi makanan kesukaannya pada saat dewasa.(10)

Masalah kesehatan gigi di Indonesia masih merupakan hal menarik karena prevalensi karies dan penyakit periodontal mencapai 80% dari jumlah penduduk (Ibone Effendi dan Mooler, 1973). Prevalensi karies gigi dan penyakit periodental tidak berbeda tahun 1973 dan 1983.(11) Sampai sekarang ini di Indonesia data tentang frekuensi karies gigi sulung anak usia prasekolah masih langka. Data yang adapun tidak dapat dipakai sebagai indikator kesehatan gigi anak karena tidak mewakili keadaan gigi sulung di Indonesia, walaupun hasil observasi lapangan menunjukkan adanya karies rampan gigi sulung yang cukup luas (Armasastra dan Antonraharjo, 1986). Di Yogyakarta, dari 7 lokasi pemeriksaan didapatkan angka frekuensi karies gigi sulung anak usia 3-5 tahun sebesar 75% dengan def-t rata-rata 5,2 (Supartinah, 1982). Tahun 1985 dilaporkan fekuensi karies gigi di 100 Sekolah Taman Kanak-kanak di Yogyakarta sebesar 85 %, tanpa melaporkan indeks def-nya (Rinaldi dan Iwa-Sutardjo, 1985). Di Medan frekuensi karies gigi sulung anak usia balita karena minum susu botol di beberapa Puskesmas adalah 61 % (Lina dan Situmorang, 1985). Frekuensi karies gigi sulung merupakan indikator kesehatan gigi anak usia prasekolah yang diperlukan untuk menilai keadaan kesehatan gigi sekaligus juga keberhasilan upaya kesehatan gigi anak usia prasekolah dan usia balita.(6)

Anak usia 2-4 tahun umumnya sudah mempunyai gigi sulung yang lengkap yaitu berjumlah 20 buah dan perilaku anak dalam menjaga kesehatan termasuk kesehatan gigi masih sangat tergantung pada orang dewasa terutama ibu yang merawatnya. Kesehatan gigi anak usia ini dipengaruhi oleh perilaku ibu khususnya dalam menjaga kebersihan gigi maupun dalam memberikan makanan minuman yang dapat menyebabkan karies gigi.

Kelurahan Tegalsari merupakan salah satu kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Candisari. Letak kelurahan yang berada ditengah kota dan berbentuk perkampungan menyebabkan banyak tersedia kemudahan dalam mendapatkan variasi konsumsi makanan dan minuman kariogenik dan keragaman tingkat pendidikan ibu yang akan turut mempengaruhi keadaan kesehatan gigi anak pada usia 2-4 tahun yang umumnya masih diasuh oleh ibu. Berdasarkan hal tersebut peneliti merasa tertarik untuk mengetahui gambaran keadaan kesehatan gigi anak pada usia 2-4 tahun di Kelurahan Tegalsari.


  1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut “ Apakah ada hubungan antara pengetahuan dan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dan status karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di Kelurahan Tegalsari Kecamatan Candisari Kota Semarang.”


C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan antara pengetahuan dan praktek ibu dengan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dan status karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di Kelurahan Tegalsari Kecamatan Candisari Kota Semarang.

2. Tujuan khusus

  1. Mendapatkan informasi tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di Kelurahan Tegalsari

  2. Mengetahui jenis-jenis makanan jajanan menurut status kariogenitas jajanan yang sering dikonsumsi oleh anak usia 2-4 tahun

  3. Mengetahui hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak usia 2-4 tahun

  4. Mengetahui hubungan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan frekuesi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak usia 2-4 tahun

  5. Mengetahui hubungan frekunsi konsumsi makanan jajanan kariogenik dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun

  6. Mengetahui hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun

  7. Mengetahui hubungan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak prasekolah usia 2-4 tahun


D. Manfaat Penelitian

  1. Bagi peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan serta memberikan pengalaman langsung dalam melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah.

  1. Bagi masyarakat

Menjadi bahan masukan dalam melakukan tindakan pencegahan terhadap karies gigi dan perawatan gigi sejak masih anak-anak.



  1. Bagi Instansi terkait

Menjadi bahan masukan untuk menilai keadaan kesehatan gigi dan keberhasilan upaya kesehatan gigi anak usia prasekolah dan usia balita

  1. Bagi mahasiswa

Sebagai tambahan informasi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian lebih lanjut tentang karies gigi.


  1. Ruang Lingkup

  1. Lingkup keilmuan

Lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya bidang epidemiologi karies gigi.

  1. Lingkup masalah

Permasalahan dibatasi pada hubungan antara pengetahuan dan praktek ibu dengan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dan status karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di Kelurahan Tegalsari Kecamatan Candisari

  1. Lingkup Waktu

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2000 – Maret 2001

  1. Lingkup Tempat

Penelitian ini mengambil lokasi di Kelurahan Tegalsari Kecamatan Candisari, Kota Semarang

5. Lingkup Sasaran

Sasaran penelitian adalah anak prasekolah umur 2-4 tahun di Kelurahan Tegalsari

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


A. Karies Gigi

1. Definisi Karies

Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya adalah demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya , akibatnya terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa dan penyebaran infeksi ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri.(4)


2. Mekanisme Karies

Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan glukosa dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan dapat membentuk asam sehingga pH plak akan menurun sampai di bawah 5 dalam tempo 1-3 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses kariespun dimulai. Paduan keempat faktor penyebab tersebut digambarkan sebagai empat lingkaran yang bersitumpang. Karies baru akan timbul hanya kalau keempat faktor penyebab tersebut bekerja simultan.(4)

Karies gigi dimulai dengan terjadinya demineralisasi pada lapisan email. Email menjadi keropos dan lambat laun akan terjadi lubang pada permukaan gigi. Tanpa perawatan proses karies berjalan terus, menjalar ke lapisan dentin dan akhirnya sampai ke jaringan pulpa. Kalau proses sampai ke jaringan pulpa maka lambat laun pulpa akan mati dan membusuk dan proses radang akan menjalar terus sampai ke tulang alveola. Pada ujung akar akan timbul sebuah kantong yang berisikan nanah dan bakteri, kantong ini disebut granuloma. Granuloma menjadi sumber infeksi untuk jaringan sekitar gigi maupun organ-organ tubuh lainnya seperti ginjal, jantung, mata.(12)


Mikroorganisme




Substrat


Gigi

dan

Saliva

Karies





Waktu




Gambar 2.1 : Faktor penyebab terjadinya karies gigi

Sumber : Edwin. A.M Kidd and Sally Joysion. Bechal ( Alih bahasa : Narlan Sumawinata dan Saffida Faruk). Dasar dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya, Jakarta, EGC, 1991


3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karies

a. Faktor dalam

Faktor resiko di dalam mulut adalah faktor yang langsung berhubungan dengan karies. Ada 4 faktor yang berinteraksi :

  1. Hospes yang meliputi gigi dan saliva

  1. Komposisi gigi sulung

Komposisi gigi terdiri dari email dan dentin. Dentin adalah lapisan di bawah email. Struktur email sangat menentukan dalam proses terjadinya karies. Struktur email gigi terdiri dari susunan kimia kompleks dengan gugus kristal yang terpenting yaitu hidroksil apatit. Permukaan email terluar lebih tahan karies dibanding lapisan dibawahnya karena lebih keras dan padat. Permukaan email lebih banyak mengandung mineral dan bahan-bahan organik dengan air yang relatif lebih sedikit. Proses mineralisasi email tidak hanya melalui pulpa dan dentin saja, tetapi ion-ion dari saliva secara tetap meletakkan komposisi mineral langsung ke permukaan gigi atau email.(6)

Ion kimia paling penting yang diharapkan banyak diikat oleh hidroksil apatit adalah ion fluor. Dengan penambahan fluor, hidroksil apatit akan berubah menjadi fluor apatit yang lebih tahan terhadap asam. Selain unsur fluor, ada unsur lain yang berkaitan dengan tinggi rendahnya karies. Menurut penelitian Glass dkk (1973), bila di dalam air minum terdapat banyak unsur kalsium, magnesium, molibdenum atau vanadium jumlah karies akan rendah. Sebaliknya bila air minum banyak mengandung tembaga, besi dan mangan, frekuensi karies akan lebih tinggi. Dari penelitian Newbrun (1973) juga menjelaskan klasifikasi berat ringannya pengaruh unsur tersebut dengan karies sehingga jelas bahwa modifikasi komposisi kimiawi gigi berpengaruh pada resistensi permukaan email terhadap karies.(6)

Proses karies pada gigi tetap sama dengan pada gigi sulung. Kuat lemahnya struktur gigi terhadap karies dapat dilihat dari warna, keburaman dan kelicinan gigi serta ketebalan email. Tebal email gigi sulung yang hanya setengah dari gigi tetap menyebabkan proses karies gigi sulung lebih cepat terjadi dari pada gigi tetap.(6)

  1. Morfologi gigi sulung

Variasi morfologi gigi juga mempengaruhi resistensi gigi terhadap karies. Morfologi gigi sulung dapat ditinjau dari 2 permukaan :

  1. Permukaan oklusal

Permukaan oklusal gigi molar sulung mempunyai bonjol yang relatif tinggi sehingga lekukan menunjukkan gambaran curam dan relatif dalam. Bentuk morfologi gigi sulung tidak banyak bervariasi kecuali gigi molar sulung pertama atas dalam bentuk dan ukurannya. Lekukan gigi sulung yang lebih dalam akan memudahkan terjadinya karies.(6)

  1. Permukaan halus

Kontak antar gigi tetap adalah kontak titik tetapi kontak antar gigi sulung merupakan kontak bidang. Hal ini disebabkan bentuk permukaan proksimal gigi sulung agak datar. Keadaan ini akan menyulitkan pembersihannya.(6)



  1. Susunan gigi sulung

Gigi-gigi berjejal dan saling tumpang tindih akan mendukung timbulnya karies karena daerah tersebut sulit dibersihkan. Pada umumnya susunan gigi molar sulung rapat sedangkan gigi insisivus sulung renggang. Dari berbagai penelitian disimpulkan bahwa anak dengan susunan gigi berjejal lebih banyak menderita karies daripada yang mempunyai susunan gigi baik.(6)

  1. Saliva

Di dalam mulut selalu ada saliva yang berkontak dengan gigi. Saliva berperan dalam menjaga kelestarian gigi. Banyak ahli menyatakan, saliva merupakan pertahanan pertama terhadap karies. Mereka juga menyatakan bahwa fungsi saliva sebagai pelicin, pelindung, buffer , pembersih, anti pelarut dan anti bakteri. Namun demikian saliva juga memegang peranan penting lain yaitu dalam proses terbentuknya plak gigi, saliva juga merupakan media yang baik untuk kehidupan mikroorganisme tertentu yang berhubungan dengan karies gigi.(6)

  1. Mikroorganisme

Walaupun banyak perbedaan pendapat tentang bagaimana dan mikroorganisme mana sebagai penyebab karies namun semua ahli berpendapat bahwa karies gigi tidak akan terjadi tanpa mikroorganisme. Meskipun begitu tidak semua mikroorganisme di dalam mulut penting dalam hubungan ini. Ternyata banyak mikroorganisme asidogenik di dalam mulut tidak menyebabkan karies in vitro. Selain itu beberapa individu yang mempunyai banyak mikroorganisme di dalam mulut ternyata tidak menderita karies (Volker dan Russel, 1973; Sumnich, 1977; Newburn, 1978; Miller, 1981).

Banyak dilakukan penelitian mengenai hubungan antara mikroorganisme dengan karies diantaranya penelitian klasik Orland tahun 1954 tentang tikus yang diberi makan diet karbohidrat yang sangat kariogenik. Gigi tikus tersebut ternyata tidak ada karies karena tidak ada (bebas dari) mikroorganisme. Gigi tikus tersebut terserang karies setelah ada mikroorganisme. Penelitian selanjutnya mengarah pada penelitian berbagai jenis mikroorganisme di dalam mulut yang diduga berkaitan dengan karies. Banyak yang telah membuktikan bahwa mikroorganisme di dalam mulut yang berhubungan dengan karies antara lain bermacam strain Streptococcus, Lactobacillus, Actinomices dan lain-lain. Mikroorganisme ini menempel di gigi bersama dengan plak atau debris. Plak gigi adalah media lunak non mineral yang menempel erat di gigi. Plak terdiri dari mikroorganisme (70%) dan bahan antar sel (30%) (Newburn, 1978). Lebih jauh Van Houte et al. (1981) mengemukakan bahwa 50 % mikroorganisme yang ada di plak adalah Lactobacillus kendati tidak selalu terdapat di dalam jaringan karies dan keadaannya sama di permukaan gigi yang tidak atau yang sudah diberi fluor.(4)

  1. Substrat

Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang dimakan sehari-hari yang menempel di permukaan gigi. Substrat ini berpengaruh terhadap karies secara lokal di dalam mulut (Newburn,1978, Konig dan Hoogendoorn, 1982). Substrat yang menempel di permukaan gigi berbeda dengan makanan yang masuk ke dalam tubuh yang diperlukan untuk mendapatkan energi dan membangun tubuh.(6)

Makanan pokok manusia ialah karbohidrat, lemak dan protein. Pada dasarnya nutrisi sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan gigi saat pembentukan matriks email dan kalsifikasi. Nutrisi berperan dalam membentuk kembali jaringan mulut dan membentuk daya tahan terhadap infeksi juga karies. Makanan akan mempengaruhi keadaan di dalam mulut secara lokal selama pengunyahan dan setelah ditelan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan masa pre dan pasca erupsi (Altano, 1980 dan Menaker, 1980 ). Nutrisi berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan gigi dalam struktur, ukuran, komposisi, erupsi dan ketahanan gigi terhadap karies.(6)

  1. Waktu

Pengertian waktu disini adalah kecepatan terbentuknya karies serta lama dan frekuensi substrat menempel di permukaan gigi (Newsburn, 1978 ; Konig dan Hoogendoorn ,1982). Faktor waktu menonjol setelah Vipeholm tahun 1954 (Newburn 1978) melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara waktu dengan frekuensi diet makanan dan minuman kariogenik. Ternyata memang ada hubungan di antara keduanya. Faktor ini juga tampak jelas pada percobaan binatang.(6)

Karies gigi merupakan penyakit kronis, kerusakan berjalan dalam periode bulan atau tahun. Rata-rata kecepatan karies gigi tetap yang diamati di klinik adalah 18-6 bulan. Kecepatan karies anak-anak lebih tinggi sedangkan kecepatan kerusakan gigi penderita xerostamia lebih pendek (2 bulan ) (Newsburn, 1978).(6)

Faktor waktu ini jelas terlihat pada anak yang diberi minum susu atau cairan manis lainnya melalui botol. Ketika anak tidur dengan dot kater di botol masih berada di mulutnya, cairan dari botol akan tergenang di mulut dalam waktu lama. Kecepatan kerusakan gigi akan jelas terlihat dengan timbulnya karies menyeluruh dalam waktu singkat (terjadi karies botol ) (Finn, 1973; Miller, 1981; Jonsen, 1984). Selain itu keadaan yang dapat menyebabkan substrat lama berada dalam mulut ialah kebiasaan anak menahan makanan di dalam mulut dimana makanan tidak cepat-cepat ditelan.(6)


  1. Faktor Luar

  1. Usia

Sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah kariespun juga akan bertambah. Hal ini jelas karena faktor risiko terjadinya karies akan lebih lama berpengaruh terhadap gigi. Anak yang pengaruh faktor risiko terjadinya karies kuat akan menunjukkan jumlah karies lebih besar dibanding yang kurang kuat pengaruhnya.(6)

  1. Jenis kelamin

Dari berbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi karies gigi tetap wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Demikian juga dengan anak-anak, prevalensi karies gigi sulung anak perempuan sedikit lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki. Hal ini disebabkan antara lain karena erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibanding anak laki-laki sehingga gigi anak perempuan berada lebih lama dalam mulut. Akibatnya gigi anak perempuan akan lebih lama berhubungan dengan faktor risiko terjadinya karies.(6)

  1. Suku bangsa

Beberapa penelitian menunjukkan ada perbedaan pendapat hubungan suku bangsa dengan prevalensi karies, semua tidak membantah bahwa perbedaan ini karena keadaan sosial ekonomi, pendidikan, makanan, cara pencegahan karies dan jangkauan pelayanan kesehatan gigi yang berbeda di setiap suku tersebut.(6)

  1. Letak geografis

Keadaan geografis berpengaruh dalam hal terjadinya karies karena kandungan fluor air minum. Bila air minum mengandung fluor 1 ppm maka gigi mempunyai daya tahan terhadap karies tetapi bila air minum mengandung lebih besar dari 1 ppm maka akan terjadi Mottled teeth yang menyebabkan kerusakan email berupa bintik-bintik hitam.(13)

  1. Kultur sosial penduduk

Wycoff (1980) menjelaskan bahwa ada hubungan antara keadaan sosial ekonomi dan prevalensi karies. Faktor yang mempengaruhi keadaan ini adalah pendidikan dan penghasilan yang berhubungan dengan diet, kebiasaan merawat gigi dan lain-lain.(6)



  1. Kesadaran, sikap dan perilaku individu terhadap kesehatan gigi

Fase perkembangan anak usia di bawah 5 tahun masih sangat tergantung pada pemeliharaan dan bantuan orang dewasa dan pengaruh paling kuat dalam masa tersebut datang dari ibunya. Peranan ibu sangat mementukan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Demikian juga keadaan kesehatan gigi dan mulut anak usia prasekolah masih sangat ditentukan oleh kesadaran, sikap dan perilaku serta pendidikan ibunya.(6)


B. Pemeriksaan Gigi Sulung dan Kebersihan Mulut Anak

  1. Indeks def-t

Indikator karies gigi dapat berupa prevalensi karies gigi dan skor dari indeks karies. Indeks karies gigi yaitu angka yang menunjukkan jumlah gigi karies seseorang atau sekelompok orang. Indeks karies gigi tetap disebut DMF (D, decayed = gigi karies yang tidak ditambal ; M, missing = gigi karies yang sudah atau yang seharusnya dicabut; F, filled = gigi yang sudah ditambal), pertama kali diperkenalkan oleh Klein tahun 1938 (Muhler, 1954) dan untuk gigi sulung disebut def, oleh Gruebbel tahun 1944 (James dan Beal, 1981). Indeks karies gigi (DMF/def) adalah jumlah gigi karies yang masih bisa ditambal (D, untuk gigi tetap; d, untuk gigi sulung) ,ditambah dengan gigi karies yang tidak dapat ditambal lagi atau gigi dicabut (M, untuk gigi tetap; e, untuk gigi sulung) dan jumlah gigi karies yang sudah ditambal (F, untuk gigi tetap; f, untuk gigi sulung). Indeks DMF atau def gigi disebut DMF-T (DMF-Tooth) untuk gigi tetap atau def-t untuk gigi sulung.

Batasan prevalensi dan indeks ini dapat secara seragam digunakan untuk mengumpulkan data sehingga diketahui keadaan kesehatan gigi rata-rata tiap orang di suatu populasi tertentu (Muhler, 1954; Finn, 1977; WHO, 1977; Barmes, 1981; James dan Beal, 1981; Jong, 1981). Kategori tinggi rendahnya prevalensi karies di suatu daerah atau negara adalah :

Keparahan karies

Kategori

0,0 – 1,1

1,2 – 2,6

2,7 – 4,4

4,5 – 6,6

> 6,6

sangat rendah

rendah

sedang

tinggi

sangat tinggi



2. Pengukuran tingkat kebersihan gigi dan mulut

Adanya plak atau debris di permukaan gigi dapat dipakai sebagai indikator kebersihan mulut. Grenn dan Vermillon (1960, 1964), Marten dan Meskin (1972) dan WHO (1977) mengusulkan cara untuk menilai kebersihan mulut dengan memberi skor adanya plak atau debris atau karang gigi yang menempel di permukaan gigi. Indeks debris yang sering dipakai untuk menilai kebersihan mulut adalah Indeks kebersihan mulut (OHI = Oral Hygiene Index ) dari Green dan Vermillon (1964) (Sutatmi Suryo, 1977). Cara lebih sederhana sehingga memudahkan penelitian dengan sampel besar dipakai OHI-S (Oral Higiene Index Simplified), yaitu memberi skor debris (DI) dan calculus indeks (CI) kepada enam permukaan gigi tertentu (Green dan Vermillon, 1964)


Keuntungan OHI-S adalah :

  • Kriteria obyekif

  • Pemeriksaan dilakukan dengan cepat

  • Tingkat reproducibility yang tinggi dimungkinkan dengan masa latihan yang minimum

  • Dapat mengevaluasi kebersihan gigi dan mulut secara pribadi

Penentuan skor :

  1. Debris Indeks (DI)

DI adalah skor dari endapan lunak yang terjadi karena adanya sisa makanan yang melekat pada gigi tertentu.

Skor debris

Skor 0 = tidak ada debris sama sekali

Skor 1 = debris ada di sepertiga sevikal permukaan gigi

Skor 2 = debris sampai mencapai pertengahan permukaan gigi

Skor 3 = debris sampai mencapai daerah sepertiga oklusal atau insisial permukaan gigi

Jumlah skor debris

DI =

Jumlah gigi yang diperiksa


  1. Calculus Indeks (CI)

CI adalah skor dari endapan keras (karang gigi) atau debris yang mengalami pengapuran yang melekat pada gigi penentu.

Calculus Indeks

Skor 0 = tidak ada karang gigi sama sekali

Skor 1 = karang gigi ada di sepertiga sevikal permukaan gigi

Skor 2 = karang gigi sampai mencapai pertengahan permukaan gigi

Skor 3 = karang gigi sampai mencapai daerah sepertiga oklusal atau insisial permukaan gigi

Jumlah skor calculus

CI =

Jumlah gigi yang diperiksa


Kategori keadaan kebersihan gigi dan mulut :

Skor OHI-S

Keadaan

0,0 – 1,2

1,3 - 3,0

3,1 – 6,0

Baik

Sedang

Kurang



C. Makanan Jajanan

Makanan jajanan adalah makanan atau minuman yang siap dikonsumsi, yang dijual di tempat umum dan terlebih dahulu telah dipersiapkan atau dimasak di tempat produksi (rumah) atau di tempat penjualan (Fardiaz, 1992). Sedangkan berjajan diartikan sebagai membeli panganan di kedai atau yang dijajakan. Menurut Winarno (1998) makanan jajanan/jajan pasar yaitu jenis masakan yang dimakan sepanjang hari, sebagai hiburan, tidak terbatas pada suatu waktu, tempat dan jumlah yang dikonsumsi. Bagi masyarakat Indonesia, jajan sudah menjadi kebiasaan bahkan dapat dikatakan sebagai bagian dari pola makan masyarakat Indonesia.

Perkembangan di dunia industri makanan telah menghasilkan produk-produk makanan yang siap disantap dan minuman awet yang dapat dengan mudah diperoleh di pasaran. Hal ini didorong oleh kebutuhan konsumen akan produk-produk yang serba praktis termasuk makanan. Kesibukan yang menyita waktupun telah turut menjadikan makanan jajanan sebagai salah satu alternatif pemenuhan kebutuhan tubuh akan zat gizi selain berfungsi sebagai makanan selingan yang dimakan diantara waktu makan.

Kebiasaan jajan atau mengkonsumsi makanan jajanan yang salah di masa kanak-kanak dapat membawa dampak berupa timbulnya penyakit yang sifatnya akut atau kronis. Efek negatif jajanan bisa diderita dalam jangka waktu yang singkat maupun sepanjang hayat. Berikut ini adalah beberapa contoh dampak negatif dari jajanan :

  • Anak menjadi sulit makan(14) dan menurut Winarno (1993) dapat juga mengurangi nafsu makan karena seringkali anak menjadi terlalu kenyang, lebih-lebih jika jajan berkali-kali dalam sehari.(15) Hal ini dapat menyebabkan anak mederita berbagai penyakit akibat kurang gizi.

  • Higiene sanitasi dan keamanan makanan jajanan yang kurang dapat menyebabkan keracunan makanan dan infeksi bakteri sehingga anak menderita muntah-muntah, sakit perut bahkan diare.(16)

  • Kandungan bahan makanan tambahan yang mengandung bahan kimia tertentu pada makanan jajanan dengan tujuan pengawatan, penguat rasa maupun pewarna dapat menjadi pencetus gejala alergi, diare, pusing, muntah bahkan secara komulatif bisa menimbulkan kanker.(16)

  • Kualitas jajanan yang rendah akibat cara persiapan maupun pengolahan bahan yang tidak tepat dapat menyebabkan hilangnya zat gizi tertentu.(16)

  • Sebagian besar makanan jajanan kaya akan kalori atau biasanya dibuat dari tepung-tepungan dan gula tetapi miskin akan zat gizi tertentu. Ketidakseimbangan zat gizi dalam makanan jajanan dapat menyebabkan kegemukan yang selanjutnya dapat menyebabkan hilangnya rasa percaya diri dan beresiko tinggi terhadap berbagai macam penyakit degeneratif seperti penyempitan pembuluh darah dan jantung koroner.(17)


D. Makanan Kariogenik

Makanan kariogenik adalah makanan yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi. Sifat makanan kariogenik adalah banyak mengandung karbohidrat, lengket dan mudah hancur di dalam mulut. Dari penelitian Altano (1980) dan Menaker (1980) menyatakan adanya hubungan antara masukan karbohidrat dengan karies. Hubungan antara konsumsi karbohidrat dengan terjadinya karies gigi ada kaitannya dengan pembentukan plak pada permukaan gigi. Plak terbentuk dari sisa-sisa makanan yang melekat di sela-sela gigi dan pada plak ini akhirnya akan ditumbuhi bakteri yang dapat mengubah glukosa menjadi asam sehingga pH rongga mulut menurun sampai dengan 4,5. Pada keadaan demikian maka struktur email gigi akan terlarut. Pengulangan konsumsi karbohidrat yang terlalu sering menyebabkan produksi asam oleh bakteri menjadi lebih sering lagi sehingga keasaman rongga mulut menjadi lebih asam dan semakin banyak email yang terlarut.

Kariogenitas suatu makanan tergantung dari :

  1. Bentuk fisik

Karbohidrat dalam bentuk tepung atau cairan yang bersifat lengket serta mudah hancur di dalam mulut lebih memudahkan timbulnya karies dibanding bentuk fisik lain, karbohidrat seperti ini misalnya kue-kue, roti, es krim, susu, permen dan lain-lain (Bibby, 1975 dan 1983 ; Newburn, 1978; Konig dan Hoogendoorn, 1982). Bibby dan Huang (1980) membuktikan dalam percobaan in vitro bahwa susu kental lebih menyebabkan demineralisasi dibandingkan dengan susu kering. Susu coklat lebih merusak dibandingkan susu saja.(6)

Sebaliknya makanan yang kasar dan berserat menyebabkan makanan lebih lama dikunyah. Gerakan mengunyah sangat menguntungkan bagi kesehatan gigi dan gusi. Mengunyah akan merangsang pengaliran air liur yang membasuh gigi dan mengencerkan serta menetralisasi zat-zat asam yang ada.(18) Makanan berserat menimbulkan efek seperti sikat dan tidak melekat pada gigi. Titik-titik positif pada buah segar adalah kadar vitamin, kadar mineral, kaya akan serabut kasar dan air serta sifat-sifat yang merangsang fungsi pengunyahan dan sekresi ludah.(19) Buah yang mempunyai sifat sebagi pembersih alami seperti apel, benkoang, pir, jeruk.(6)

  1. Jenis

Pada umumnya para ahli sependapat bahwa karbohidrat yang berhubungan dengan proses karies adalah polisakarida, disakarida, monosakarida dan sukrosa terutama mempunyai kemampuan yang lebih efisien terhadap pertumbuhan mikroorganisme asidogenik dibanding karbohidrat lain.(6) Sukrosa dimetabolisme dengan cepat untuk menghasilkan zat-zat asam. Makanan manis dan penambahan gula dalam minuman seperti air teh atau kopi bukan merupakan satu-satunya sukrosa dalam diet seseorang.(19)

  1. Frekuensi konsumsi

Frekuensi makan dan minuman tidak hanya menentukan timbulnya erosi tetapi juga kerusakan karies. Dari penelitian Rugg-Gunn et al (1980) menyatakan banyaknya intake gula harian lebih besar korelasinya dibanding dengan frekuensi makan gula. Hubungan gula dalam snack dengan karies lebih besar dari total diet karena snack lebih sering dimakan dalam frekuensi tinggi. Dalam studi Vipeholm dijelaskan bahwa karies didasarkan oleh frekuensi yang tinggi makan makanan kecil.(19) Dari beberapa penelitian lain ditemukan hal-hal sebagai berikut (Silverstone , 1981) (20)

  1. Komposisi gula yang meningkat akan meningkatkan aktivitas karies.

  2. Kemampuan gula dalam menimbulkan karies akan bertambah jika dikonsumsi dalam bentuk yang lengket

  3. Aktivitas karies juga meningkat jika jumlah konsumsi makan makanan yang manis dan lengket ditingkatkan

  4. Aktivitas karies akan menurun jika ada variasi makanan

  5. Karies akan menurun jika menghilangkan kebiasaan makan-makanan manis yang lengket dari bahan makanan.


E. Frekuensi Konsumsi Pangan

Metoda frekuensi pangan didesain untuk mendapatkan data kualitatif, informasi deskriptif tentang pola konsumsi pangan. Metoda ini tidak digunakan untuk data kuantitatif intake zat-zat gizi. Pertanyaan –pertanyaan dalam kuesioner terdiri dari dua bagian, yaitu :(21)

  1. Daftar bahan pangan

Daftar bahan pangan dapat terkonsentrasi pada satu kelompok bahan pangan dan dapat pula berupa bahan pangan yang dikonsumsi dalam hubungan dengan musim atau kejadian tertentu atau dapat pula mengetahui keanekaragaman pola konsumsi dari suatu populasi.

  1. Satu set frekuensi konsumsi bahan-bahan pangan

Tujuan dari metoda frekuensi pangan ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang frekuensi konsumsi bahan pangan tertentu atau kelompok bahan pangan , selama waktu tertentu (seperti harian, mingguan, bulanan). Zat gizi tertentu dapat diperoleh dari kombinasi bahan pangan tertentu yang merupakan fokus kuesioner. Misalnya frekuensi konsumsi buah-buahan segar dan sari buah dapat merupakan golongan makanan sumber konsumsi vitamin C, sayuran hijau dan wortel merupakan golongan makanan sumber konsumsi karoten. Sereal, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran merupakan golongan makanan sumber konsumsi serat.

  1. Tinjauan Umum Pengetahuan, Sikap dan Praktek sebagai Komponen Perilaku.

Perilaku menurut Notoatmodjo (1990) adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Bentuk operasional dapat dikelompokkan menjadi 3 :(22)

  1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu mengetahui situasi atau rangsangan dari luar.

Pengetahuan diperoleh setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan pendorong yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket.(23)

  1. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar si subyek yang menimbulkan perasaan suka atau tidak suka.

Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuatu dengan rangsangan yang diterimanya. Sebelum orang itu mendapatkan informasi atau melihat obyek itu tidak mungkin terbentuk sikap. Meskipun dikatakan mendahului tindakan, sikap belum tentu tindakan aktif tetapi merupakan predisposisi (melandasi/mempermudah) untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap obyek tertentu mencakup komponen kognisi, afeksi dan konasi.(24) Menurut Berkowitz (1997) sikap merupakan respon evaluatif yang menempati sikap sebagai perilaku yang tidak statis walaupun pembentukan sikap seringkali tidak disadari oleh orang yang bersangkutan akan tetapi bersifat dinamis dan terbuka terhadap kemungkinan perubahan karena interaksi dengan lingkungan. Sikap akan ada artinya bila ditampakkan dalam bentuk pernyataan, lisan maupun perbuatan dan apa yang dinyatakan seseorang sebagai sikapnya secara terbuka tidak selalu sesuai dengan sikap hati sesungguhnya. Jadi penyimpulan mengenai sikap individu sangat sulit bahkan dapat menyesatkan bila diambil dalam bentuk perilaku yang tampak.

  1. Perilaku dalam bentuk tindakan/praktek yang sudah nyata yaitu berupa perbuatan terhadap situasi dan atau rangsangan dari luar.

Menurut WHO (1984) ada 4 alasan utama seseorang akan berperilaku:

  1. Pikiran dan perasaaan

Yang termasuk dalam hal ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap dan nilai-nilai.

  1. Orang yang dianggap penting seperti orang tua, orang yang dipercaya.

  2. Sumber daya termasuk fasilitas, dana, waktu, ketrampilan.

  3. Kebudayaan atau perilaku normal, kebiasaaa, nilai dan penggunaan sumber-sumber dalam masyarakat.


  1. Perilaku Anak dalam Makan

Anak membutuhkan orang lain dalam perkembangannya. Orang lain yang paling utama dan pertama bertanggung jawab adalah orang tuanya sendiri. Perilaku anak kecil lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggapnya penting seperti ibu, begitu juga dalam hal makanan. Apa yang anak pelajari tentang apa dan bagaimana makan akan membentuk pola makan tertentu sampai dia dewasa. Ibu mempunyai peran penting dalam membentuk pola makan anak terutama pada fase perkembangan anak usia di bawah 5 tahun.

Sejak anak lahir, ibu mulai mengenalkan anak pada makanan dengan memberikan ASI. Menyusui bayi merupakan tradisi yang masih umum dijumpai di Indonesia, meski periodenya berbeda dari satu tempat dengan yang lainnya. Di desa ibu menyusukan bayinya hingga 12 bulan sampai 24 bulan. Sebagian besar anak disapih menjelang umur 2 tahun. Di daerah kota periode penyusuan umumnya lebih pendek.(25)

Setelah anak disapih, anak mulai dikenalkan pada makanan lain selain ASI. Pada usia 1-3 tahun anak bersifat konsumen pasif. Makanan tergantung pada apa yang disediakan ibu. Gigi susu juga telah tumbuh tetapi belum dapat digunakan mengunyah makanan yang terlalu keras. Ibu hanya memberikan makanan yang teksturnya lunak namun anak hendaknya sudah diarahkan untuk mengikuti pola makan orang dewasa. Selanjutnya fase perkembangan anak usia 4-6 tahun, anak mulai bersifat konsumen aktif dimana mereka telah dapat memilih makanan yang disukai. Pada usia ini kebiasaan yang baik sudah harus ditanamkan.(26)

Bagi sebagian besar ibu, pemberian kasih sayang pada anak masih kecil cukup dengan memberikan kepuasan emosi pada anak-anak mereka. Orang tua cukup memenuhi kehendak anak, bahkan biasanya disiplin tidak terlalu ketat. Kebiasaan seperti ini berlaku juga dalam pemberian makanan. Ibu banyak yang memberikan makanan yang menjadi keinginan anak tanpa melihat apakah makanan tersebut sehat dan baik dikonsumsi bagi anak.(27)

Anak-anak umumnya menyukai makanan yang manis-manis. Kebiasaan ini terbentuk karena ibu membiasakan anak mengkonsumsi makanan yang manis dengan atau tanpa mereka sadari. Melalui penambahan gula pada susu, makanan bayi, penggunaan obat-obatan dalam bentuk sirup, lama-lama kebiasaan ini akan berlanjut sampai dewasa untuk terus mengkonsumsi makanan yang manis-manis.(23)



K

Faktor dari dalam :

  1. Struktur gigi

  2. Morfologi gigi

  3. Susunan gigi geligi di rahang

  4. pH saliva

  5. Kebersihan mulut

  6. Jumlah dan frekuensi makanan kariogenik

erangka Teori






Karies gigi anak


Faktor luar :

  1. Pengetahuan, sikap dan praktek terhadap pemeliharaan kesehatan gigi

  2. Usia

  3. Jenis kelamin

  4. Suku bangsa

  5. Letak geografis

  6. Kultur sosial










Sumber : Suwelo, 1992 dengan modifikasi

= variabel yang diteliti


Gambar 2.2 Kerangka Teori Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Karies Gigi



BAB III

METODE PENELITIAN


A

Pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan

. Kerangka Konsep



Frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak

Karies gigi pada anak

Praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan




Kebersihan gigi dan mulut

- OHI-S

- praktek kebersihan gigi oleh anak


I




Keterangan : II

I : kerangka konsep I

II : kerangka konsep II


B. Hipotesis

  1. Ada hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak usia 2-4 tahun

  2. Ada hubungan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak usia 2-4 tahun

  3. Ada hubungan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di Kelurahan Tegalsari

  4. Ada hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun

  5. Ada hubungan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun


C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel penelitian

Kerangka Konsep I

  • Variabel bebas : Pengetahuan dan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan

  • Variabel terikat : Frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak

Kerangka Konsep II

  • Variabel bebas : Frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak

  • Variabel terikat : Karies gigi pada anak

- Variabel pengganggu : Kebersihan gigi dan mulut yang meliputi OHI-S dan praktek kebersihan gigi oleh anak


Definisi operasional

  1. Karies gigi pada anak

Indeks def-t responden yang diperoleh dengan menjumlahkan gigi sulung karies ( d=decayed ) di subyek, baik yang belum atau sudah ditambal (=extracted ) dan yang seharusnya atau sudah dicabut ( f=filled)

Skala : rasio


Untuk memudahkan dalam analisa deskriptif keparahan karies digolongkan menjadi :

Keparahan karies

Kategori

0,0 - 0,241

0,242 - 0,394

>0,394

Ringan

Sedang

Berat

  1. Makanan jajanan

Makanan atau minuman selain makanan pokok yang berbentuk kemasan atau tidak, yang dibuat oleh industri atau dibuat sendiri, yang dijajakan maupun tidak, yang dimakan di antara waktu makan sebagai selingan , terbagi dalam :

  1. Makanan kariogenik

Makanan kariogenik adalah makanan atau minuman yang mudah menimbulkan karies yang bersifat manis, lengket dan mudah hancur di dalam mulut

  1. Makanan non kariogenik

Makanan non kariogenik adalah makanan yang tidak menimbulkan terjadinya karies tetapi justru bersifat sebagai pencegah terjadinya karies.

  1. Frekuensi konsumsi makanan jajanan

Berapa kali per minggu anak umur 2-4 tahun mengkonsumsi makanan jajanan yang diperoleh dengan metoda frekuensi konsumsi pangan selama satu minggu.

Skala : rasio

Dalam deskriptif frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dan non kariogenik dikelompokkan :

1. Tiap jenis makanan kariogenik

Sering sekali : konsumsi >14 kali/minggu

Sering : konsumsi 8-14 kali/minggu

Jarang : konsumsi 1-7 kali/minggu

Tidak pernah : tidak mengkonsumsi

  1. Total konsumsi makanan kariogenik

Sering sekali : konsumsi >70 kali/minggu

Sering : konsumsi 35-70 kali/minggu

Jarang : konsumsi 1-35 kali/minggu

  1. Makanan non kariogenik

Sering sekali : konsumsi >7 kali/minggu

Sering : konsumsi 4-7 kali/minggu

Jarang : konsumsi 1-3 kali/minggu

Tidak pernah : tidak mengkonsumsi

  1. OHI-S

Pemeriksaan gigi dan mulut dengan menjumlahkan skor debris dan calculus indeks dibagi jumlah gigi yang dinilai.

Skala : rasio




Dalam deskriptif hasil penelitian keadaan kebersihan gigi dan mulut dikelompokkan :

Skor OHI-S

Keadaan

0,0 – 1,2

1,3 - 3,0

3,1 – 6,0

Baik

Sedang

Kurang

  1. Pengetahuan ibu

Kemampuan ibu responden untuk menjawab dengan benar pada kuesioner tentang karies dan makanan jajanan.

Skala : rasio

Dalam deskriptif hasil penelitian tingkat pengetahuan dikelompokkan menjadi :

  1. baik dengan nilai 3-5

  2. kurang dengan nilai 0-2

  1. Praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan

Tindakan nyata yang dilakukan ibu responden dalam memberikan atau menyediakan makanan jajanan.

Skala : rasio

Dalam deskriptif hasil penelitian, praktek ibu dalam pemberiaan makanan jajanan dikelompokkan :

  1. baik dengan nilai >19

  2. sedang dengan nilai 15-19

  3. kurang dengan nilai 10-14


  1. Praktek kebersihan gigi oleh anak

Tindakan nyata yang dilakukan oleh anak dalam menjaga kebersihan gigi


D. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah Explanatory yaitu menjelaskan hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas melalui pengujian hipotesa. Metode yang digunakan adalah survei dengan pendekatan cross sectional.(28)


E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak di Kelurahan Tegalsari yang berumur 2-4 tahun

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan rumus :

n =

keterangan : n : sampel

: standar deviasi untuk 1,96 dengan taraf kepercayaan 95%

d : derajat ketepatan yang digunakan yaitu sebesar 10 % atau 0,1

p : proporsi populasi antisipasi digunakan 80 % atau 0,8 (dari penelitian prevalensi karies sebesar 71-87,10%)

q : populasi tanpa atribut, p-1=0,2

Dengan demikian besar sampel :

n =

= 64 orang

Teknik pengambilan sampel dengan metode simple random sampling

Sampel dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi :

  1. anak usia 2-4 tahun

  2. Sehari-hari tinggal di wilayah Kelurahan Tegalsari.

Kriteria eksklusi :

1. anak yang mengkonsumsi susu, susu bukan sebagai makanan pokok

3. Responden

Responden dalam penelitian ini adalah ibu dari anak yang menjadi sampel


F. Pengumpulan Data

  1. Data primer

  • Data diperoleh melalui wawancara dengan responden

  • Pemeriksaan gigi anak

  1. Data sekunder

Data sekunder sebagai data pendukung diperoleh dari kantor kelurahan Tegalsari



G. Pengolahan dan Analisis Data

  1. Editing

Untuk memeriksa kelengkapan kuesioner dan hasil pemeriksaan gigi

  1. Koding

Pengisian kotak dalam daftar pertanyaan untuk pengkodean yang berdasarkan jawaban yang telah diisikan dalam kuesioner

  1. Skoring

Nilai skor akhir diperoleh dari jumlah skor masing-masing pertanyaan dalam kuesioner

  1. Tabulasi dan analisis data

Pengolahan dan analisis data menggunakan program SPSS for Windows riliase 9.0. Data yang telah diskor kemudian ditabulasikan dan dilakukan analisis stastistik dengan menggunakan uji Rank Spearman untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dan konsumsi makanan jajanan dan karies gigi dengan langkah-langkah :

  1. Data yang telah ditabulasikan kemudian dilakukan analisis pada SPSS dengan mengklik icon Analyze

  2. Sorot Correlate dan pilih Bivariate

  3. Setelah tabel Bivariate Correlation muncul, pilih variabel yang akan dikorelasikan

  4. Pada kotak Correlation Coefficient pilih Spearman

  5. Klik Ok, maka tabel korelasi akan muncul.

Nilai korelasi :

rs = 0 berarti tidak ada korelasi

rs 0,5 berarti korelasinya lemah

rs > 0,5 berarti korelasinya cukup kuat

rs =1 berarti korelasinya sempurna

Taraf signifikansi atau kemaknaan dapat diketahui dengan p (value), jika :

p 0,05 berarti korelasinya tidak bermakna

p <>





2 komentar:

Inna Mj's mengatakan...

penelitian yang menarik, truss sekarang sudah ada hasilnya belum???? semoga penelitian and presentasinya berjalan lancar

Selvi Panna mengatakan...

bisa minta refensinya???